![]() |
Sumber: rri.co.id |
“Jangan jadi pemain bola, lihat Bapakmu, ga punya masa depan”
Buat yang udah nonton film Garuda Di Dadaku mungkin ga asing
dengan umpatan Kakek Bayu di atas kala menentang keras cucunya, Bayu, untuk
menjadi pesepakbola.
Di film itu, saya dan sebagian penonton lain juga merasa
bahwa Kakek Bayu tidak memiliki pandangan yang luas, tidak mendukung potensi
Bayu, kolot, dan lain sebagainya.
Namun, jika kita lihat realitas dunia sepakbola Indonesia
saat ini, mungkin ucapan Kakek ada benarnya. Bagaimana tidak, kompetisi resmi
dihentikan, Timnas tidak boleh bertanding. Bahkan jauh sebelum Indonesia diskors
FIFA, gaji pemain menunggak hingga 6 bulan lamanya hingga harus menemui ajal,
jadwal pertandingan yang tak menentu, dugaan pengaturan skor, dan segudang
masalah lain.
Sangat menyedihkan memang melihat kondisi sepakbola nasional
saat ini. Sudah sekian puluh tahun tidak merasakan gelar juara di kompetisi
resmi, sekarang dihukum tidak boleh bertanding di level internasional oleh FIFA
akibat keterlibatan pemerintah dalam mengatur sepakbola.
Tidak bermaksud untuk menyalahkan siapa-siapa, saya
menyayangkan seluruh pihak yang terlibat, baik PSSI maupun pemerintah sama-sama
merasa paling benar. Saat sekolah dulu, sering kita diingatkan oleh guru-guru
kita bahwa ketika api dilawan dengan api, maka nyala api akan semakin besar.
Sebaliknya, jika api dibalas dengan air yang sejuk, niscaya api akan semakin kecil
dan padam.
Sekali lagi, saya memohon kepada seluruh stakeholder
sepakbola Indonesia, ayo bersatu dan bangkit bersama menyongsong masa depan
sepakbola Indonesia yang lebih baik.
Comments
Post a Comment