Terinspirasi dari postingan kawan yang dipost di jaringan sosial medianya, saya ingin berbagi pengalaman tentang bagaimana perjuangan saya saat berusaha untuk lulus SMA dan diterima di PTN favorit. Masuk ke perguruan tinggi favorit selalu memiliki kisah yang layak dibagikan. Entah itu kisah suka, duka, dan perjuangan untuk mencapainya. Karena itu, kisah-kisah ini terasa sayang jika hanya tersimpan dalam memori kita. Dengan berbagi pengalaman, banyak orang akan terbantu untuk belajar dari pengalaman kita.
Semua berawal dari guru BK kami di SMA, Bu Murni yang menanyakan kepada kami semua, siswa baru, mau jadi apa ketika nanti sudah lulus. Dengan tanpa beban dan semangat, saya jawab, "Saya mau jadi duta besar, bu!" Beliau terlihat antusias dengan jawaban saya. Saya diminta beliau untuk kuasai bahasa asing dan mengambil kuliah di jurusan Hubungan Internasional (HI). Belakangan saya tahu, Beliau memiliki suami seorang diplomat dan sempat ikut tugas suaminya di Malaysia.
Meskipun telah memiliki jurusan impian, saya belum punya tujuan akan melanjutkan ke perguruan tinggi apa. Ketika membaca suatu novel remaja, karakter utama pada novel tersebut memiliki impian untuk kuliah di Fisipol UGM. Dari situlah kemudian terbersit keinginan saya untuk mengejar impian melanjutkan kuliah di HI UGM. Tekad menuju HI UGM begitu kuat, sampai saya memutuskan untuk masuk ke penjurusan IPS. Namun, karena permintaan orang tua, saya akhirnya masuk ke kelas penjurusan IPA.
Mata pelajaran Matematika, Fisika dan Kimia selalu menjadi momok bagi saya. Bahkan untuk sekedar mencapai batas nilai minimal sangat sulit. Hampir setiap ujian saya gagal mencapai nilai minimum, remedial sudah menjadi santapan sehari-hari. Dengan tertatih, saya bisa naik ke kelas XII.
Di kelas XII, tekad saya untuk melanjutkan studi ke HI UGM semakin bulat. Saya mengikuti kursus di salah satu lembaga dengan mengambil program IPS. Sempat jadi pusat perhatian karena dianggap mengambil lahannya anak-anak IPS, mohon maaf, tapi HI UGM adalah jalan ninjaku.
Di kelas XII ini, selain beraktivitas di sekolah dan tempat kursus, saya juga tergabung dalam organisasi sosial pelajar, yang memilki basecamp di Warung Buncit, Jakarta Selatan. Sehingga dalam seminggu, minimal sekali atau dua kali saya ke basecamp untuk rapat atau kegiatan lain. Saat weekend pun terkadang masih disibukkan dengan kegiatan organisasi. Alhasil, saya banyak ketinggalan pelajaran di sekolah karena tidak bisa mengulang pelajaran di luar jam sekolah.
Kemudian, saat pembagian raport Semester I, ayah saya berangkat ke sekolah hanya untuk mengetahui anaknya berada di peringkat ke-36 dari 40 siswa di kelas. Selain itu, hasil try out Ujian Nasional saya tidak mencapai nilai minimum kelulusan. Dunia serasa membenci saya, sampai tidak mengizinkan saya untuk dapat hasil yang bagus. Setelah pulang ke rumah, ayah dan ibu saya tidak terlalu mempermasalahkan nilai tersebut, meskipun ada sedikit kekecewaan pada wajah mereka. Saya merenung, apa yang saya inginkan di masa depan, dan apa yang harus saya lakukan sekarang.
Demi mengejar mimpi saya untuk kuliah di UGM, saya memutuskan untuk mulai memberikan porsi lebih pada pendalaman materi pelajaran. Berbagai kegiatan organisasi yang sebelumnya telah menyita waktu yang banyak, perlahan saya kurangi. Menambah porsi latihan soal, diskusi dan belajar bersama kawan-kawan serta fokus menutup ketertinggalan pelajaran. Pada periode ini, waktu saya bersama kawan-kawan di organisasi menjadi sangat berkurang, sehubungan dengan shifting prioritas yang harus saya tempuh. Shifting prioritas ini memang sangat berat diawalnya, namun dengan tekad yang kuat dan dukungan dari lingkungan sekitar, kesulitan tersebut bisa dilalui.
Periode ujian penerimaan mahasiswa baru telah tiba. Saya mengikuti 3 jalur seleksi penerimaan mahasiswa baru, yaitu SMUP Unpad, UM UGM, dan SPMB. Seleksi pertama yang saya ikuti adalah UM UGM di Jakarta. Bersama beberapa teman yang juga mengikuti tes UM UGM, kami berangkat bersama menuju lokasi tes di bilangan Kebayoran Baru. Kami dapat memilih 3 jurusan untuk masing-masing pilihan Tes IPA atau IPS atau 5 pilihan untuk tes IPC. Karena saya memilih tes IPS, pilihan jurusan yang saya pilih adalah: HI, Komunikasi, dan Manajemen. Singkat cerita, saya tidak lulus pada UM UGM ini. Padahal informasi yang saya dapat, mayoritas penerimaan mahasiswa UGM berasal dari jalur ini. Merasa gagal di sini, tapi saya menolak menyerah.
Kemudian, saya mengikuti SMUP Unpad di Bandung. Bersama kawan berangkat ke Bandung bersama, kami terpisah lokasi tes, namun masih ada di lokasi yang tidak terlalu jauh. Saya tes di GOR C-tra, kawan saya tes di Univ. Widyatama. Pada seleksi ini, saya juga memilih HI dan Manajemen. Ayah kawan saya yang mendampingi sempat berujar, "Wah jurusan yang passing grade nya tinggi semua, ya," saya cuma balas dengan senyuman.
Tak lama setelah SMUP Unpad, saya mengikuti SPMB Jurusan IPS dan mendapat lokasi tes di salah satu SMK di Jakarta. Di SPMB ini pilihan jurusan saya adalah HI UGM dan HI Unpad. Pilihan nekat bagi sebagian orang. Karena saat itu mekanisme penerimaan mahasiswa baru melalui SPMB adalah pilihan pertama yang diutamakan, jika pilihan pertama tidak melewati passing grade, baru dilihat pilihan kedua apakah di pilihan kedua tersebut masih ada slot kosong. Alhamdulillah saya ga ambil pusing saat itu, karena yang saya perjuangkan adalah bagaimana agar saya bisa memaksimalkan upaya untuk diterima di HI UGM.
Pengumuman kelulusan SMUP lebih dulu keluar, hasilnya, alhamdulillah saya diterima di jurusan HI Unpad. Dengan bangganya saya tunjukkan hasil kelulusan tersebut ke orang tua saya. Reaksi ayah saya yang saya ingat adalah cemas karena secara finansial, biaya masuk ke Unpad cukup tinggi saat itu. Jadi ayah saya masih belum mau untuk bergerak mencari kos, langkah yang kawan-kawan saya lakukan begitu lulus SMUP. Sempat kesal, namun karena masih berharap pengumuman SPMB, saat itu saya juga tidak terlalu memaksakan.
Tibalah hari ketika pengumuman kelulusan SPMB diumumkan. Menggunakan cara online, ditemani oleh sahabat saya, saya cabut kabel telpon di rumah, lalu saya sambungkan kabel tersebut ke desktop untuk mengakses web pengumuman SPMB. Setelah terhubung ke web pengumuman, saya input informasi nomor peserta tes saya dan klik, Selamat, Anda diterima di jurusan Ilmu Hubungan Internasional UGM!
Alhamdulillah, puji tuhan. Saat itu hanya kegembiraan yang saya rasakan. Semua kekhawatiran, ketakutan, dan perjuangan yang telah dilalui terbayar lunas dengan pengumuman tersebut. Yang saya ingat, ayah saya mengucapkan selamat, sesuatu yang sangat jarang beliau lakukan. Dengan hasil tersebut, impian saya kuliah di HI UGM tercapai.
Saya mengingat kembali kegagalan saya pada UM UGM sebelumnya. Seandainya saat itu saya mendengarkan perkataan orang yang menyebutkan susah masuk UGM jika tidak melalui UM, mungkin saya tidak akan pernah kuliah di UGM. Jika dulu saya menyerah ketika dapat ranking 36, mungkin saya tidak kuliah di UGM.
Pada kesempatan ini, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada kawan-kawan saya semasa SMA yang telah membuat saya terus berjuang di tengah keraguan banyak orang, guru-guru yang turut mendukung, serta keluarga saya yang telah memberikan dukungan dengan caranya sendiri.
Untuk adik-adik yang saat ini belum atau akan menempuh pendidikan tinggi, semoga pengalaman saya ini bisa memberikan inspirasi dan semangat untuk tetap berjuang dan berdoa. Tidak ada yang tidak mungkin jika Allah swt telah berkehendak. Jangan putus asa dengan penghakiman orang lain, yang mengenal diri kita dengan baik adalah kita sendiri, jangan sampai penilaian orang lain membuat kita jatuh.
Untuk kawan-kawan yang sudah mengalami fase ini, berhentilah sejenak dari kesibukan kita, kemudian tengoklah ke belakang untuk melihat sejauh mana kita telah melangkah. Kita sadar bahwa apa yang kita capai hari ini, siapa diri kita saat ini, tidak lepas dari pengalaman yang telah menempa kita di masa lalu. Tetaplah bermimpi dan kejarlah mimpi tersebut.
Comments
Post a Comment