Skip to main content

Unsafe in Low Cost Carrier (LCC)?

Sebelum memulai, mari kita doakan agar para korban kecelakaan Air Asia di ppenghujung tahun lalu memperoleh kebaikan di sisi tuhan.
Lost Contact yang dialami oleh Pesawat Air Asia QZ8501 dengan nomor pesawat PK-AXC tersebut sungguh menghantam reputasi Air Asia yang telah dibangun selama ini. Lebih jauh, kecelakaan tersebut melengkapi sejumlah kecelakaan yang melibatkan perusahaan penerbangan Malaysia. 

Di awal tahun 2014, masih segar dalam ingatan kita kecelakaan yang melanda Malaysia Airlines di Laut Cina Selatan yang hingga kini belum jelas keberadaannya. Kemudian dua bulan berselang, Malaysia Airlines kembali mengalami kecelakaan setelah ditembak jatuh pemberontak ketika melintas di daerah konflik di Ukraina. 

Anyway, berbagai spekulasi penyebab jatuhnya pesawat Air Asia terus berkembang. Mulai dari kegagalan mesin pesawat, human error, hingga cuaca. Penyebab itu memang belum diketahui karena Black Box, yang menyimpan data penerbangan termasuk percakapan pilot di kokpit hingga artikel ini ditulis belum ditemukan. 

Namun, meskipun belum jelas penyebab pasti kecelakaan tersebut, Menteri Perhubungan RI Ign. Jonan memutuskan kebijakan agar seluruh maskapai penerbangan terutama yang bermain di bisnis Low Cost Carrier (LCC) atau penerbangan murah tidak mengobral harga promo yang tidak masuk akal. Kebijakan yang dianggap oleh sebagian orang kebijakan yang prematur. Karena penyebab pasti kecelakaan yang melibatkan QZ8501 belum diketahui dengan pasti.

Jonan menyebutkan bahwa setiap pesawat harus memnuhi standar keamanan yang baik, karena yang dipertaruhkan adalah nyawa seluruh penumpang. Jonan menganggap, penjualan tiket promo dapat mengurangi standar keamanan pada operasi penerbangan. Bukan hal yang tidak mungkin memang, untuk memperbesar keuntungan. Tapi, apakah LCC menetapkan harga murah sudah pasti mengurangi standar keamanan dan keselamatannya? Belum tentu benar dan belum tentu salah juga. 

Kenapa belum tentu?

Sesuai dengan berbagai pendapat di forum mengenai kenapa LCC bisa murah dan sering ada promo, bisa dibaca di sini.

Saya sendiri cukup setuju dengan tulisan dalam artikel tersebut. Namun, penulis artikel tersebut juga terlalu yakin dengan pendapatnya bahwa LCC pasti telah memenuhi standar keselamatan. Karena sebenarnya untuk memastikan dipenuhinya standar tersebut cukup sulit.

Mungkin aja Garuda, Lion, dan AirAsia punya standar yang sama, tapi penerapannya kita ga ada yang tau. Misal, berapa jam kerja maksimal pilot dalam seminggu. Berapa kali pesawat itu menjalani perawatan rutin dalam setahun. Kita ga ada yang tau. Di sini terjadi potensi pelanggaran prosedur karena misalnya mengejar jadwal penerbangan yang padat pada peak season.

Jadi langkah Jonan yang meniadakan harga tiket murah, mungkin untuk mengakomodasi pilot atau pekerja pesawat yang mungkin saja memiliki jam kerja overwork sehingga pembatasan harga terendah dimaksudkan agar maskapai bisa memastikan pekerjanya tidak overwork.

Maksud yang baik sebenarnya dari Menteri Jonan, tapi dengan investigasi yang belum selesai oleh KNKT dan Black Box yang belum ditemukan sampai sekarang, kebijakan tersebut terkesan terlalu terburu-buru dan terlihat menyepelekan permasalahan, padahal mungkin ada  banyak faktor yang lebih kompleks.

Namun, kini kebijakan telah diketok, harga tiket murah mungkin hanya tinggal kenangan sesaat lagi. Semoga diiringi dengan perbaikan kualitas maskapai dan perbaikan di moda transportasi lain sehingga masyarakat bisa menikmati transportasi umum yang aman dan nyaman.



Comments